Lampung,
Di kelas matematika, aku sedang membahas topik turunan bersama murid-muridku. Kali ini kami mendiskusikan tentang aturan-aturan dalam turunan. Untuk itu, aku membagi mereka dalam kelompok, kemudian tiap kelompok diberi tugas untuk mempelajari satu aturan turunan. Mulai dari bunyi aturan tersebut, pembuktiannya, contoh soal dan latihan untuk teman-teman mereka. Aku melakukan hal ini di dua kelas, B dan C (dari tiga kelas yang aku ajar). Dari dua kelas ini, aku melihat hasil yang signifikan di salah satu kelas, yaitu B.
Ketika mereka menjelaskan per kelompok, aku duduk di antara murid-murid, lebih banyak duduk di bagian belakang, memperhatikan mereka. Kalau mereka lancar memberikan penjelasan, maka aku hanya menjadi moderator. Jika ada yang kurang tepat, aku segera memperbaiki dan mereka melanjutkan kembali.
Hari ini presentasi kelompok terakhir dari kelas B. Sebenarnya mereka telah menjelaskan kemarin, tapi belum selesai karena jam pelajaran telah habis. Jadi mereka melanjutkan hari ini. Lalu mereka memberikan latihan bagi teman-teman mereka. Setelah itu ada dua teman mereka yang mengerjakan di papan tulis. Saat dibahas, ternyata ada perbedaan pendapat antara penjawab soal dan grup yang menjelaskan. Mereka pun mengungkapkan argumen mereka dan ternyata penjawab soal tersebut benar dan salah satu anggota grup meminta maaf.
Sebenarnya saat anggota grup menjelaskan argumennya, aku tahu itu salah dan ada keinginan besar untuk langsung memberi tahu. Untungnya aku bisa menahan diri dan aku bisa melihat betapa mereka sudah bisa menganalisis jawaban dan berpikir secara matematika. Senang dan bangga sekali melihat itu. Sayangnya aku lupa mengapresiasi mereka untuk hasil kerja yang luar biasa.
Dari pengalaman ini, aku bisa melihat bahwa mereka bisa belajar dengan cara seperti itu dan lebih efektif. Memang ada kelemahan, seperti butuh banyak waktu, karena tiap grup menjelaskan dan kapasitas tiap anak berbeda. Tapi mereka bisa melangkah maju bersama.
Bagiku, itulah arti dari Tut Wuri Handayani, di belakang memberi daya semangat dan dorongan. Aku memang duduk di belakang, tapi tidak hanya duduk, dari belakang aku memberikan semangat dan dukungan.
Wednesday, April 27, 2011
Tuesday, April 26, 2011
Cara Pandang
Lampung,
Hari Jumat hingga Minggu kemarin aku pulang ke rumah. Dari rumah, aku bawa oleh-oleh, yang mungkin bisa dibilang permenungan, hehe... Bapak bercerita tentang banyak hal, salah satunya tentang cara pandang. Dia bilang, kita harus berubah, lebih lagi mengubah cara pandang kita terhadap suatu hal, khususnya masalah, terlebih lagi masalah kehidupan. Katanya, kalau kita menghadapi masalah dalam hidup, janganlah kita menyalahkan orang lain, atau menjelek2an orang lain. Kita tidak usah berpikir bahwa masalah kita akibat dari perbuatan buruk orang lain, tidak bisa seperti itu lagi.
Sesaat ketika mendapat permenungan itu, aku memikirkan keluargaku. Setelah kembali ke Lampung, aku mengaitkan nasihat itu dengan keadaanku di sekolah, bagaimana aku menghadapi pimpinanku dan teman-teman sekerjaku. Betapa selama ini aku lebih banyak menyalahkan orang lain atas keadaanku, kenapa begini, kenapa begitu. Padahal aku bisa mengubah pikiran itu.
Hari ini aku mengaitkannya dengan murid-muridku. Kalau saja aku terus memandang lemah terhadap beberapa murid atau memandang kuat terhadap beberapa murid, bisa jadi aku menjadi pengajar yang tidak seharusnya mengajar. Mereka baru saja membuktikan kepadaku, betapa mereka sebenarnya bisa, bahwa mereka sebenarnya tidak lemah, hanya perlu suatu cara lain. Bahwa mereka sebenarnya tidak sekuat itu, mereka pernah 'jatuh' dan lemah.
Yup, aku perlu mengubah cara pandangku terhadap beberapa hal dan beberapa orang. Tentu saja untuk menjadikan hidup lebih lega dan mudah tersenyum..
Hari Jumat hingga Minggu kemarin aku pulang ke rumah. Dari rumah, aku bawa oleh-oleh, yang mungkin bisa dibilang permenungan, hehe... Bapak bercerita tentang banyak hal, salah satunya tentang cara pandang. Dia bilang, kita harus berubah, lebih lagi mengubah cara pandang kita terhadap suatu hal, khususnya masalah, terlebih lagi masalah kehidupan. Katanya, kalau kita menghadapi masalah dalam hidup, janganlah kita menyalahkan orang lain, atau menjelek2an orang lain. Kita tidak usah berpikir bahwa masalah kita akibat dari perbuatan buruk orang lain, tidak bisa seperti itu lagi.
Sesaat ketika mendapat permenungan itu, aku memikirkan keluargaku. Setelah kembali ke Lampung, aku mengaitkan nasihat itu dengan keadaanku di sekolah, bagaimana aku menghadapi pimpinanku dan teman-teman sekerjaku. Betapa selama ini aku lebih banyak menyalahkan orang lain atas keadaanku, kenapa begini, kenapa begitu. Padahal aku bisa mengubah pikiran itu.
Hari ini aku mengaitkannya dengan murid-muridku. Kalau saja aku terus memandang lemah terhadap beberapa murid atau memandang kuat terhadap beberapa murid, bisa jadi aku menjadi pengajar yang tidak seharusnya mengajar. Mereka baru saja membuktikan kepadaku, betapa mereka sebenarnya bisa, bahwa mereka sebenarnya tidak lemah, hanya perlu suatu cara lain. Bahwa mereka sebenarnya tidak sekuat itu, mereka pernah 'jatuh' dan lemah.
Yup, aku perlu mengubah cara pandangku terhadap beberapa hal dan beberapa orang. Tentu saja untuk menjadikan hidup lebih lega dan mudah tersenyum..
Tuesday, April 05, 2011
Minyak Goreng
Lampung,
Tulisan ini bukan bercerita tentang resep ataupun panduan memasak tapi kisah di balik proses memasak. Minyak goreng, secara harafiah, minyak yang dipakai untuk menggoreng.
Alkisah di suatu malam selasa, tertanggal 4 April 2011, terjadi aktivitas memasak di satu tempat. Aku dan kedua temanku memasak martabak mini. Aku mendapat tugas untuk menggoreng. Dua kali proses penggorengan, semua berjalan lancar. Tiba-tiba, di proses yang ketiga, percikan minyak goreng dari wajan mengenai pipi kiri dan tangan kananku. Percikan itu, walau kecil, membuatku merasa panas. Seorang temanku melihat wajahku, dan hasilnya terkelupas kulitku itu. Langsung saja temanku mengambil obat dari kamarnya dan memberikan kepadaku. Sampai saat itu, masih panas yang kurasa dan perih. Setelah lukaku diobati, kami pun tetap menikmati martabak dan menonton tv. Setelah kami selesai melakukan aktivitas tersebut, kami pun kembali ke kamar masing - masing, barulah terasa perihnya. Sempat susah tidur karena panas.
Pagi-pagi aku ke tempat kerja, beberapa orang menanyakan perihal pipiku ini. Terlintas rasa malu juga di depan murid-muridku. Kadang ada yang melihat pipiku dan bertanya langsung kepadaku. Ada juga yang melihat tapi hanya bertanya-tanya dalam hatinya namun bisa kulihat dari matanya.
Hari ini perihnya tidak seperti kemarin, tapi tetap ada sedikit rasa panas. Aku jadi berpikir tentang tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dan menderita. Pipiku saja yang hanya terkena sedikit percikan minyak goreng begitu perih, apalagi mereka yang disiram air panas atau minyak goreng panas, mengerikan sekali.
Tulisan ini bukan bercerita tentang resep ataupun panduan memasak tapi kisah di balik proses memasak. Minyak goreng, secara harafiah, minyak yang dipakai untuk menggoreng.
Alkisah di suatu malam selasa, tertanggal 4 April 2011, terjadi aktivitas memasak di satu tempat. Aku dan kedua temanku memasak martabak mini. Aku mendapat tugas untuk menggoreng. Dua kali proses penggorengan, semua berjalan lancar. Tiba-tiba, di proses yang ketiga, percikan minyak goreng dari wajan mengenai pipi kiri dan tangan kananku. Percikan itu, walau kecil, membuatku merasa panas. Seorang temanku melihat wajahku, dan hasilnya terkelupas kulitku itu. Langsung saja temanku mengambil obat dari kamarnya dan memberikan kepadaku. Sampai saat itu, masih panas yang kurasa dan perih. Setelah lukaku diobati, kami pun tetap menikmati martabak dan menonton tv. Setelah kami selesai melakukan aktivitas tersebut, kami pun kembali ke kamar masing - masing, barulah terasa perihnya. Sempat susah tidur karena panas.
Pagi-pagi aku ke tempat kerja, beberapa orang menanyakan perihal pipiku ini. Terlintas rasa malu juga di depan murid-muridku. Kadang ada yang melihat pipiku dan bertanya langsung kepadaku. Ada juga yang melihat tapi hanya bertanya-tanya dalam hatinya namun bisa kulihat dari matanya.
Hari ini perihnya tidak seperti kemarin, tapi tetap ada sedikit rasa panas. Aku jadi berpikir tentang tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dan menderita. Pipiku saja yang hanya terkena sedikit percikan minyak goreng begitu perih, apalagi mereka yang disiram air panas atau minyak goreng panas, mengerikan sekali.
Sunday, March 27, 2011
Sekolah (bagian 1)
Lampung,
Tiga hari terakhir, ketika di kamar, dalam perjalanan di bus, dan beberapa tempat lain, aku memikirkan satu kata tetapi banyak cerita, pemikiran, orang yang terlibat di dalamnya. Kata itu adalah SEKOLAH. Saat itu aku sedang mencari dalam pikiranku, apa itu sekolah? Bagaimana definisi sekolah yang ideal? Sebelum aku lupa tentang semua yang berkecamuk ini, aku tuliskan sejenak, semua ini adalah sebuah opini.
Sekolah itu tempat yang digunakan oleh seseorang atau beberapa orang untuk menambah pengetahuannya. Pengetahuan itu bisa bermacam-macam. Peran penting yang mesti ada di sekolah yaitu murid dan guru. Sekolah tidak harus berupa gedung atau bangunan fisik belaka. Jika ada satu murid dan satu guru, maka jadilah sekolah. Lagi-lagi ini adalah sebuah opini. Aku mau menuliskan satu persatu.
Murid... Definisi murid? Mesti liat kamus dulu kali ya.. Bagiku, murid adalah seorang yang mau mencari pengetahuan, selalu ingin tahu tentang apa yang ia dapat dan temui. Sekarang pun aku masih seorang murid. Seorang yang disebut sebagai murid tidak terbatas pada umur. Ketika masih bayi, remaja, dewasa, atau bahkan ketika ia sudah mempunyai cucu, sebenarnya kita adalah seorang murid. Seorang bayi belajar berjalan, mengucapkan kata, menggenggam, melihat, tersenyum dan lain-lain. Anak-anak dan remaja belajar mengenal sekitar mereka, alam, bangunan, dan berkomunikasi dengan orang lain. Orang dewasa belajar untuk hidup mandiri, melayani sesama, mengasuh anak. Kakek dan nenek belajar sabar terhadap anak-anak dan cucu-cucu mereka, belajar menjadi pengasuh, belajar untuk tabah dan bijaksana. Waw, ternyata kehidupan kita selalu diisi dengan belajar.
Sekarang, tentang guru. Siapa guru itu? Apakah hanya orang-orang yang menempuh pendidikan guru formal, orang yang mendapat akta IV, atau orang-orang yang mempunyai gelar saja? Menurutku, tidak. Aku belajar dari ayahku (yang hanya tamat SMA dan bekerja sebagai pedagang) dan ibuku (seorang ibu rumah tangga). Sepertinya kemampuan berhitungku lebih baik karena sesekali aku menjaga warung dan membantu ayahku untuk membuat harga sebuah barang sehingga kami bisa untung tapi harga itu tidak mahal bagi pelanggan warung kami. Dari ibuku, aku belajar tentang kehidupan di rumah. Kadang aku kesal, karena hanya diberi tugas mencuci piring dan menggoreng bahkan sampai aku kuliah. Tapi bekal itu sangat cukup dan bisa kupakai sekarang. Aku belajar dari abang-abangku, tentang menaikkan layang-layang, mengendarai sepeda, bermain kelereng. Aku belajar dari tukang mie ayam, pedagang jamu yang jualan di dekat rumahku. Aku belajar dari teman-temanku. Aku belajar dari ayam, kucing, ikan, dan burung-burung yang pernah menjadi peliharaanku. Aku belajar dari tanaman, hujan, matahari, langit. Rasa-rasanya aku boleh menyebut semua itu adalah guruku.
Sekian dulu yang bisa kubagi. Semoga akan ada bagian kedua, ketiga, dst.
Tiga hari terakhir, ketika di kamar, dalam perjalanan di bus, dan beberapa tempat lain, aku memikirkan satu kata tetapi banyak cerita, pemikiran, orang yang terlibat di dalamnya. Kata itu adalah SEKOLAH. Saat itu aku sedang mencari dalam pikiranku, apa itu sekolah? Bagaimana definisi sekolah yang ideal? Sebelum aku lupa tentang semua yang berkecamuk ini, aku tuliskan sejenak, semua ini adalah sebuah opini.
Sekolah itu tempat yang digunakan oleh seseorang atau beberapa orang untuk menambah pengetahuannya. Pengetahuan itu bisa bermacam-macam. Peran penting yang mesti ada di sekolah yaitu murid dan guru. Sekolah tidak harus berupa gedung atau bangunan fisik belaka. Jika ada satu murid dan satu guru, maka jadilah sekolah. Lagi-lagi ini adalah sebuah opini. Aku mau menuliskan satu persatu.
Murid... Definisi murid? Mesti liat kamus dulu kali ya.. Bagiku, murid adalah seorang yang mau mencari pengetahuan, selalu ingin tahu tentang apa yang ia dapat dan temui. Sekarang pun aku masih seorang murid. Seorang yang disebut sebagai murid tidak terbatas pada umur. Ketika masih bayi, remaja, dewasa, atau bahkan ketika ia sudah mempunyai cucu, sebenarnya kita adalah seorang murid. Seorang bayi belajar berjalan, mengucapkan kata, menggenggam, melihat, tersenyum dan lain-lain. Anak-anak dan remaja belajar mengenal sekitar mereka, alam, bangunan, dan berkomunikasi dengan orang lain. Orang dewasa belajar untuk hidup mandiri, melayani sesama, mengasuh anak. Kakek dan nenek belajar sabar terhadap anak-anak dan cucu-cucu mereka, belajar menjadi pengasuh, belajar untuk tabah dan bijaksana. Waw, ternyata kehidupan kita selalu diisi dengan belajar.
Sekarang, tentang guru. Siapa guru itu? Apakah hanya orang-orang yang menempuh pendidikan guru formal, orang yang mendapat akta IV, atau orang-orang yang mempunyai gelar saja? Menurutku, tidak. Aku belajar dari ayahku (yang hanya tamat SMA dan bekerja sebagai pedagang) dan ibuku (seorang ibu rumah tangga). Sepertinya kemampuan berhitungku lebih baik karena sesekali aku menjaga warung dan membantu ayahku untuk membuat harga sebuah barang sehingga kami bisa untung tapi harga itu tidak mahal bagi pelanggan warung kami. Dari ibuku, aku belajar tentang kehidupan di rumah. Kadang aku kesal, karena hanya diberi tugas mencuci piring dan menggoreng bahkan sampai aku kuliah. Tapi bekal itu sangat cukup dan bisa kupakai sekarang. Aku belajar dari abang-abangku, tentang menaikkan layang-layang, mengendarai sepeda, bermain kelereng. Aku belajar dari tukang mie ayam, pedagang jamu yang jualan di dekat rumahku. Aku belajar dari teman-temanku. Aku belajar dari ayam, kucing, ikan, dan burung-burung yang pernah menjadi peliharaanku. Aku belajar dari tanaman, hujan, matahari, langit. Rasa-rasanya aku boleh menyebut semua itu adalah guruku.
Sekian dulu yang bisa kubagi. Semoga akan ada bagian kedua, ketiga, dst.
Saturday, March 26, 2011
Long March
Lampung,
Kemarin Jumat malam sampai Sabtu subuh, di sekolah ku ada suatu kegiatan yang dinamakan Long March. Artinya sendiri bukan Maret yang panjang, hehe.. Tapi sepertinya bisa diartikan seperti perjalanan panjang secara bersama-sama. Nah di sekolah ku, kegiatan ini dilaksanakan setahun sekali, biasanya bertepatan dengan bulan Maret. Untuk tahun ini, jarak yang kami tempuh (murid, guru, staff, hk) sekitar 17 km. Wew! Trek yang kami hadapi menantang sekali, karena tanah liat dan hujan baru saja reda, coba bayangkan! hehe..
Aku menjadi pembimbing grup, dan grup ku adalah grup 6. Anak-anak di grupku ini beragam, tapi secara keseluruhan tidak ada yang egois. Bahkan mereka turut memberikan semangat kepada teman-temannya yang kadang tertinggal di belakang. Ada juga anggota grup yang lucu, suka bercerita, sehingga perjalanan tidak membosankan.
Kalimat yang sering diucapkan anak-anak grupku dalam perjalanan:
1. "Udin, tungguin..!" (Udin adalah [pemimpin grup kami)
2. "Yang depan, tungguin temannya.. yang belakang dipercepat!"
3. "Goyang, joss.. senggol joss.."
4. "Tiba-tiba... "" (baca dengan versi silet)
Sekilas pengalaman unik dengan mereka. Sudah tiga kali aku mengikuti long march, dan selalu ada pengalaman baru. Terima kasih murid-muridku..
Kemarin Jumat malam sampai Sabtu subuh, di sekolah ku ada suatu kegiatan yang dinamakan Long March. Artinya sendiri bukan Maret yang panjang, hehe.. Tapi sepertinya bisa diartikan seperti perjalanan panjang secara bersama-sama. Nah di sekolah ku, kegiatan ini dilaksanakan setahun sekali, biasanya bertepatan dengan bulan Maret. Untuk tahun ini, jarak yang kami tempuh (murid, guru, staff, hk) sekitar 17 km. Wew! Trek yang kami hadapi menantang sekali, karena tanah liat dan hujan baru saja reda, coba bayangkan! hehe..
Aku menjadi pembimbing grup, dan grup ku adalah grup 6. Anak-anak di grupku ini beragam, tapi secara keseluruhan tidak ada yang egois. Bahkan mereka turut memberikan semangat kepada teman-temannya yang kadang tertinggal di belakang. Ada juga anggota grup yang lucu, suka bercerita, sehingga perjalanan tidak membosankan.
Kalimat yang sering diucapkan anak-anak grupku dalam perjalanan:
1. "Udin, tungguin..!" (Udin adalah [pemimpin grup kami)
2. "Yang depan, tungguin temannya.. yang belakang dipercepat!"
3. "Goyang, joss.. senggol joss.."
4. "Tiba-tiba... "" (baca dengan versi silet)
Sekilas pengalaman unik dengan mereka. Sudah tiga kali aku mengikuti long march, dan selalu ada pengalaman baru. Terima kasih murid-muridku..
Friday, February 25, 2011
Tawa
Lampung,
Sudah lama aku tidak tertawa sampai terpingkal-pingkal. Berawal dari kegiatan ekstrakurikuler yang aku bimbing. Aku membagi 14 anak bimbinganku menjadi empat kelompok. Aku minta mereka untuk membuat atau memodifikasi suatu trik kartu dan menampilkan di depan teman-teman mereka. Tibalah giliran Ikhwan, Vallian, dan Purbo untuk menampilkan trik kartu mereka. Vallian dan Ikhwan menampilkan trik mereka. Kemudian aku meminta Purbo untuk menampilkan trik yang dia punya di depan teman-temannya.
Dia pun menampilkan trik kartu yang dia miliki. Tapi kurangnya kecepatan tangannya membuat trik itu mudah diketahui oleh teman-temannya.
Purbo: "Pura-pura ga tau loh.."
Teman-teman: "dah kelihatan itu loh.."
Saat itu aku tertawa keras, tidak terkontrol sepertinya. Muka dan tingkah laku Purbo ketika tampil begitu lucu. Ikhwan, Vallian dan Lena pun tertawa untuk beberapa lama.
Terima kasih atas tawa itu. Kenangan yang membahagiakan.
Sudah lama aku tidak tertawa sampai terpingkal-pingkal. Berawal dari kegiatan ekstrakurikuler yang aku bimbing. Aku membagi 14 anak bimbinganku menjadi empat kelompok. Aku minta mereka untuk membuat atau memodifikasi suatu trik kartu dan menampilkan di depan teman-teman mereka. Tibalah giliran Ikhwan, Vallian, dan Purbo untuk menampilkan trik kartu mereka. Vallian dan Ikhwan menampilkan trik mereka. Kemudian aku meminta Purbo untuk menampilkan trik yang dia punya di depan teman-temannya.
Dia pun menampilkan trik kartu yang dia miliki. Tapi kurangnya kecepatan tangannya membuat trik itu mudah diketahui oleh teman-temannya.
Purbo: "Pura-pura ga tau loh.."
Teman-teman: "dah kelihatan itu loh.."
Saat itu aku tertawa keras, tidak terkontrol sepertinya. Muka dan tingkah laku Purbo ketika tampil begitu lucu. Ikhwan, Vallian dan Lena pun tertawa untuk beberapa lama.
Terima kasih atas tawa itu. Kenangan yang membahagiakan.
Kartu
"Lelah itu tidak terasa ketika melihat rasa antusias mereka"
Salah satu topik yang ada di kelas XI adalah trigonometri. Bagi hampir sebagian besar siswa, topik ini menakutkan dan mencekam :), karena sepertinya begitu banyak rumus.Memang benar adanya bahwa rumus trigonometri di kelas XI ada banyak. Oleh karena itu aku menekankan untuk memahami cara penurunan rumus tersebut bukan menghapalnya. Walau begitu, tetap ada beberapa murid yang lebih suka untuk menghapal saja. Aku sendiri masih belum menemukan cara yang tepat untuk mengatasi ini. Aku mengajak mereka membaca penurunan rumus, menurunkan rumus bersama-sama, membuat lembar kerja penurunan rumus, puzzle untuk membentuk rumus-rumus, peta pikiran, dan permainan kartu trigonometri. Dua solusi terakhir cukup membantu mereka. Peta pikiran yang mereka buat membantu mereka merangkum rumus-rumus yang telah mereka dapat. Terlebih lagi permainan kartu beregu yang melatih daya ingat, strategi, dan kemampuan kerja sama mereka. Siswa-siswa yang biasanya memerlukan waktu lebih untuk memahami suatu hal, menjadi siswa-siswa yang cepat berpikir dan mampu menyusun kartu dengan baik. Semua siswa menikmati keasyikan dan kesenangan dalam menyusun kartu-kartu tersebut. Rasa senang, antusias, tawa, terkejut, penasaran mereka membuat lelah dan masalah yang ada tidak terasa lagi, tergantikan rasa bahagia.

Pekerjaan yang berguna.. :D
Pekerjaan yang berguna.. :D
Subscribe to:
Posts (Atom)