Wednesday, April 27, 2011

Arti Tut Wuri Handayani bagi guru matematika

Lampung,

Di kelas matematika, aku sedang membahas topik turunan bersama murid-muridku. Kali ini kami mendiskusikan tentang aturan-aturan dalam turunan. Untuk itu, aku membagi mereka dalam kelompok, kemudian tiap kelompok diberi tugas untuk mempelajari satu aturan turunan. Mulai dari bunyi aturan tersebut, pembuktiannya, contoh soal dan latihan untuk teman-teman mereka. Aku melakukan hal ini di dua kelas, B dan C (dari tiga kelas yang aku ajar). Dari dua kelas ini, aku melihat hasil yang signifikan di salah satu kelas, yaitu B.

Ketika mereka menjelaskan per kelompok, aku duduk di antara murid-murid, lebih banyak duduk di bagian belakang, memperhatikan mereka. Kalau mereka lancar memberikan penjelasan, maka aku hanya menjadi moderator. Jika ada yang kurang tepat, aku segera memperbaiki dan mereka melanjutkan kembali.

Hari ini presentasi kelompok terakhir dari kelas B. Sebenarnya mereka telah menjelaskan kemarin, tapi belum selesai karena jam pelajaran telah habis. Jadi mereka melanjutkan hari ini. Lalu mereka memberikan latihan bagi teman-teman mereka. Setelah itu ada dua teman mereka yang mengerjakan di papan tulis. Saat dibahas, ternyata ada perbedaan pendapat antara penjawab soal dan grup yang menjelaskan. Mereka pun mengungkapkan argumen mereka dan ternyata penjawab soal tersebut benar dan salah satu anggota grup meminta maaf.

Sebenarnya saat anggota grup menjelaskan argumennya, aku tahu itu salah dan ada keinginan besar untuk langsung memberi tahu. Untungnya aku bisa menahan diri dan aku bisa melihat betapa mereka sudah bisa menganalisis jawaban dan berpikir secara matematika. Senang dan bangga sekali melihat itu. Sayangnya aku lupa mengapresiasi mereka untuk hasil kerja yang luar biasa.

Dari pengalaman ini, aku bisa melihat bahwa mereka bisa belajar dengan cara seperti itu dan lebih efektif. Memang ada kelemahan, seperti butuh banyak waktu, karena tiap grup menjelaskan dan kapasitas tiap anak berbeda. Tapi mereka bisa melangkah maju bersama.

Bagiku, itulah arti dari Tut Wuri Handayani, di belakang memberi daya semangat dan dorongan. Aku memang duduk di belakang, tapi tidak hanya duduk, dari belakang aku memberikan semangat dan dukungan.

Tuesday, April 26, 2011

Cara Pandang

Lampung,

Hari Jumat hingga Minggu kemarin aku pulang ke rumah. Dari rumah, aku bawa oleh-oleh, yang mungkin bisa dibilang permenungan, hehe... Bapak bercerita tentang banyak hal, salah satunya tentang cara pandang. Dia bilang, kita harus berubah, lebih lagi mengubah cara pandang kita terhadap suatu hal, khususnya masalah, terlebih lagi masalah kehidupan. Katanya, kalau kita menghadapi masalah dalam hidup, janganlah kita menyalahkan orang lain, atau menjelek2an orang lain. Kita tidak usah berpikir bahwa masalah kita akibat dari perbuatan buruk orang lain, tidak bisa seperti itu lagi.

Sesaat ketika mendapat permenungan itu, aku memikirkan keluargaku. Setelah kembali ke Lampung, aku mengaitkan nasihat itu dengan keadaanku di sekolah, bagaimana aku menghadapi pimpinanku dan teman-teman sekerjaku. Betapa selama ini aku lebih banyak menyalahkan orang lain atas keadaanku, kenapa begini, kenapa begitu. Padahal aku bisa mengubah pikiran itu.

Hari ini aku mengaitkannya dengan murid-muridku. Kalau saja aku terus memandang lemah terhadap beberapa murid atau memandang kuat terhadap beberapa murid, bisa jadi aku menjadi pengajar yang tidak seharusnya mengajar. Mereka baru saja membuktikan kepadaku, betapa mereka sebenarnya bisa, bahwa mereka sebenarnya tidak lemah, hanya perlu suatu cara lain. Bahwa mereka sebenarnya tidak sekuat itu, mereka pernah 'jatuh' dan lemah.

Yup, aku perlu mengubah cara pandangku terhadap beberapa hal dan beberapa orang. Tentu saja untuk menjadikan hidup lebih lega dan mudah tersenyum..

Tuesday, April 05, 2011

Minyak Goreng

Lampung,

Tulisan ini bukan bercerita tentang resep ataupun panduan memasak tapi kisah di balik proses memasak. Minyak goreng, secara harafiah, minyak yang dipakai untuk menggoreng.

Alkisah di suatu malam selasa, tertanggal 4 April 2011, terjadi aktivitas memasak di satu tempat. Aku dan kedua temanku memasak martabak mini. Aku mendapat tugas untuk menggoreng. Dua kali proses penggorengan, semua berjalan lancar. Tiba-tiba, di proses yang ketiga, percikan minyak goreng dari wajan mengenai pipi kiri dan tangan kananku. Percikan itu, walau kecil, membuatku merasa panas. Seorang temanku melihat wajahku, dan hasilnya terkelupas kulitku itu. Langsung saja temanku mengambil obat dari kamarnya dan memberikan kepadaku. Sampai saat itu, masih panas yang kurasa dan perih. Setelah lukaku diobati, kami pun tetap menikmati martabak dan menonton tv. Setelah kami selesai melakukan aktivitas tersebut, kami pun kembali ke kamar masing - masing, barulah terasa perihnya. Sempat susah tidur karena panas.

Pagi-pagi aku ke tempat kerja, beberapa orang menanyakan perihal pipiku ini. Terlintas rasa malu juga di depan murid-muridku. Kadang ada yang melihat pipiku dan bertanya langsung kepadaku. Ada juga yang melihat tapi hanya bertanya-tanya dalam hatinya namun bisa kulihat dari matanya.

Hari ini perihnya tidak seperti kemarin, tapi tetap ada sedikit rasa panas. Aku jadi berpikir tentang tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dan menderita. Pipiku saja yang hanya terkena sedikit percikan minyak goreng begitu perih, apalagi mereka yang disiram air panas atau minyak goreng panas, mengerikan sekali.